Sebuah keluarga merupakan kebutuhan fithrah setiap manusia. Di dalamnya manusia dapat memenuhi segala kebutuhan psikis maupun biologisnya. Bagi seorang muslim, dorongan berkeluarga tidak hanya sebatas untuk memenuhi dua kebutuhan tersebut, namun lebih menitik beratkan pada upaya menjaga ketaatan kepada Allah SWT.
Atau dengan kata lain pernikahan adalah usaha untuk menggenapkan dien dari kaum muslim. Dan jika dilandasi dengan maksud dan tujuan yang benar, Insya Alloh pernikahan tersebut dapat bermanfaat bagi individu-individu tersebut dan lingkungannya.
Ada beberapa hal yang kiranya baik untuk dipersiapkan agar dalam menjalaninya kelak qt dapat punya bekal, pengetahuan, mental dan spiritual, sehingga suka maupun duka sebuah pernikahan tersebut dapat tetap dijalani dengan baik.
Pada tulisan ini, perihal tersebut dibagi menjadi 5 kategori, yakni persiapan diri kita dari segi moral & spiritual, konseptual, fisik, materi dan sosial.
Pertama dari segi moral; yakni dari sisi kemantapan niat. Apabila sudah berkeinginan untuk menikah, maka yakinlah dan selalu panjatkan doa kepada Yang Maha Pemurah dan Pemberi Petunjuk untuk diberi kemantapan untuk menjalani sebuah babak baru dalam kehidupan yang bernama pernikahan.
Dari sisi spiritual, telaah & senantiasa tingkatkan lagi landasan spiritual kita untuk membangun sebuah pernikahan, perdalamlah visi dan tujuan sebuah pernikahan, selain untuk melestarikan keturunan sebuah pernikahan diharapkan juga dapat meningkatkan ketaqwaan & ketenangan jiwa setiap individu yang akan menikah. Tambahlah dengan tujuan-tujuan mulia yang lain, misalnya menguatkan dakwah qt, menambah keilmuan agama qt, maka insya Alloh pernikahan tersebut akan mendapatkan barokah Alloh SWT.
Bagi laki-laki (ikhwan) beberapa persiapannya antara lain menjadi qawwam, pemimpin rumah tangganya. Pemimpin yang bertanggung jawab terhadap nafkah dan akhlaq keluarganya.
Bagi perempuan (akhwat) kesiapannya membuka ruang baru, siap-siap dipimpin. Misalkan dulu ukhti yang memang sering memimpin, bermental pemimpin, hendaknya bersiap-siap dengan ikhlas menerima intervensi dari orang asing yg bernama suami.
Siap spiritual juga dipandang sebagai siap terhadap amalan2 yang dulunya tergolong pekerjaan untuk diri sendiri, kemudian mulai memperhatikan yang lain. Misalnya merawat suami, merawat anak, memperhatikan kondisi mertua, kemudian tadarus bareng, sholat berjama’ah, menuntul ilmu, yang tentu saja diharapkan kuantitasnya tidak berkurang dibandingkan ketika kita masih single fighter.
Persiapan konsepsional
Ditandai dengan dikuasainya hukum-hukum aturan, pernik2 hukum pernikahan serta fiqih seputar pernikahan. Ketahuilah niat-niat dan tata cara yang dilakukan dalam sebuah pernikahan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Janganlah kita tidak mengetahui bagaimana tatacara, niat dan adab dalam melaksanakan ibadah di keluarga, memenuhi hak dan kewajibannya baik sebagai seorang istri ataupun suami.
Pernikahan merupakan penyambung tali silaturrahim dari 2 keluarga besar. Sebab pernikahan tidak sekedar menyatunya dua individu, tetapi 2 keluarga.
Dimana mertua juga akan menjadi orang tua kita juga, dan masing2 pihak harus menyadari hak dan kewajibannya masing-masing.
Adanya kesiapan konseptual juga tampak dari cara dan landasan kita dalam memilih pasangan, sebab pasangan qt adalah teman perjuangan, siapa yang qt pilih akan mempengaruhi laju dan arah perjuangan qt.
Dua hati yang berjauhan masih bisa menyatu
Dua kerinduan yang berdekatan takkan bisa bertemu
Apakah mungkin air dan minyak menyatu
Meskipun dalam wadah yang satu ?
Sedangkan air sungai yang berjauhan
Akan bertemu di lautan.
"Semoga Allah merahmati seorang laki-laki (suami) yang bangun pada waktu malam, kemudian melaksanakan shalat dan membangunkan istrinya, hingga istrinya pun shalat. Apabila istrinya enggan bangun, ia memercikkan air ke wajah istrinya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita (istri) yang bangun pada waktu malam, kemudian melaksanakan shalat dan membangunkan suaminya, hingga suaminya pun shalat. Apabila suaminya enggan bangun, ia memercikkan air ke wajah suaminya." (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Majah, dihasankan Syaikh Muqbil)
Itu merupakan sebuah gambaran yang sangat anggun dari sekian banyak aktivitas dalam pergaulan yang dijalani oleh pasangan suami istri, yang sama-sama memiliki kerinduan akan Tuhan-nya dan hari kemudian. Mereka sama-sama dapat merasakan manisnya ketaatan dan nikmatnya beribadah kepada Allah swt. Tampak disana adanya kelembutan, kesesuain, kecocokan dan kesepakatan diantara keduanya.
Itu juga merupakan petunjuk, bahwa orang-orang yang memiliki kerinduan yang sama, akan saling bahu-mambahu, saling menolong, saling mencurahkan perhatiannya, agar sama-sama bisa merengkuh kebahagiaan yang mereka rindukan.
Kesiapan fisik
Diperlukan adanya kesehatan yang memadai dari kedua belah pihak, baik kesehatan fungsi reproduksi, kesehatan fisik yang diperlukan dalam menjalani aktifitas dalam rumah tangga dan berbagai kegiatannya sehari-hari.
Bagi seorang ikhwan (laki-laki), tanggung jawabnya tidak sebatas memperhatikan dirinya, tetapi juga memperhatikan calon pasangannya. Sebab, mengutip perkataan seorang shahabat (kalo ga salah Umar bin Khaththab ra), salah satu hak anak adalah mendapatkan seorang ibu yang baik. Sehingga, qt harus memperhatikan agama, dari wanita yang akan mendidik anak qt nantinya.
Persiapan finansial
Perlunya pemahaman akan adanya kemauan untuk terus berusaha, berikhtiar mencari maisyah untuk kepentingan bersama. Dimana ada sebuah intisari riwayat hadits mengatakan pekerjaan yang lebih baik adalah hasil jerih payah sendri dan sebaik2nya pekerjaan adalah berdagang.
Perlu ditekankan disini, bahwa agama itu mudah, kita sendiri yang terkadang membuatnya sulit. Sehingga, tolok ukur finansial bukan berarti kemapanan, tetapi kesanggupan memberi nafkah kesehariannya. Bawalah juga keluarga kita nantinya manjadi keluarga yang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah swt.
Sepanjang masing-masing pihak ridho (bisa menerima) dengan kondisi masing-masing, maka hendaknya jangan menunda terlalu lama proses pernikahan. Sebagaimana sebuah hadits menyatakan :
"Tidak ada yang terbaik bagi dua orang yang saling mencintai kecuali menikah". (HR. Ibnu Majah)
Persiapan sosial
Individu2 yang telah menikah oleh masyarakat akan diperhitungkan sebagai keluarga tersendiri, akan sering dilibatkan pada kegiatan –kegiatan kemasyarakatan, dengan mengatas namakan nama sendiri. Dan persiapkanlah diri kita untuk itu.
Bagaimana adab yang baik terhadap tetangga seperti pada An Nisa 36.
Bagi para muslimah, janganlah memandang remeh pemberian orang lain, meski tidak nampak istimewa dimatamu.
Nah dengan mengisi dengan persiapan2 ini, insyaAlloh disaat yang tepat kita dapat diperkenankan Alloh SWT untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Amiin Ya Robbal alamiin.
(dari http://kupuungu.wordpress.com dengan berbagai tambahan dan perubahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar