Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Canvas @dinc

Powered by Blogger

Sabtu, 20 Maret 2010

Antara Rokok & Mie Instan


Alhamdulillah, setelah setahun vacum dari dunia blog, akhirnya bisa gabung kembali. Ada satu tema yang sangat mengusik hati saya, lebih-lebih saat dikeluarkannya fatwa haram merokok dari Majelis Tarjih Muhammadiyah. Yg saya tahu dari beberapa literatur fiqh, salah satu alasan ulama yg mengharamkan rokok adalah bahayanya bagi tubuh manusia. Pikiran saya langsung mengarah pada makanan yg banyak dikonsumsi masyarakat, namun juga mengandung bahaya yg besar, yaitu mie instan. Apalagi, terakhir kali, ada seorang teman yang usianya masih muda, saat ini sulit beraktivitas karena tengah berjuang dengan kanker getang bening stadium 4. Konon kata dokternya salah satu penyebabnya adalah pola makan (mie instan) yang salah waktu mahasiswa. Nah lho, kalo segitu berbahayanya, kenapa masalah mie instan tidak diperhatikan secara serius ? Misalnya, Pertama, kenapa dalam kemasasan mie instan tdk menyantumkan bahayanya kalo mengkonsumsi mie dengan cara salah atau berlebihan, seperti pada kemasan rokok khan ada peringatannya. Malah yg dibuat besar kandungan Vitaminnya ? Seolah-olah kalo makan mie instan tambah sehat kali y. Kedua, kenapa mie instan tdk memberikan petunjuk memasak yg benar ? Y, selama ini petunjuk memasaknya salah (menurut kesehatan), karena air rebusan awal harusnya dibuang terlebih dahulu, baru kita tuang air yang baru jika ingin membuat mie kuah. Karena air rebusan awal mengandung lelehan lapisan lilin yg sangat berbahaya. Ketiga, ini yg utama, masih halalkah (atau makruhkah) mie instan unt dikonsumsi jika melihat begitu berbahayanya dan adanya kesamaan pola konsumsi masyarakat antara merokok dengan makan mie dari segi intensitasnya ? Tentunya yg bisa menjawab adalah para ulama2 yg duduk di MUI, Majelis Tarjih Muhammadiyah atau Batsul Masail NU, sy cuma bloger tulen.

Jumat, 13 Februari 2009

Fatwa Valentine Day

Kalo mengenai hukum tidak mengikuti pemilu yang masih diperdebatkan kalangan ulama, MUI sudah bulat mengeluarkan fatwa haram, namun mengapa untuk perayaan Valentine Day yang sudah disepakati keharamannya, MUI secara resmi tidak mengeluarkan fatwa ? hayo.....
Baca Pilih Valentine Day atau Love Every Day

Sabtu, 31 Januari 2009

Fatwa Golput Haram

Akhir bulan Januari 2009 ini kamisi Fatwa MUI telah mengeluarkan fatwa yang begitu ramai dibicarakan masyarakat, berkaitan dengan keikutsertaan dalam PEMILU. Komisi ini menetapkan bahwa apabila dalam pemilu ada kontestan yang memenuhi syarat ideal dan dinilai mampu mewujudkan cita-cita ummat dan bangsa, maka tidak memilih (golput) dalam pemilu hukumnya haram.
Selanjutnya baca Memilih Dalam Pemilu, Bolehkah ?

Sabtu, 20 Desember 2008

jendela hati


Tak biasanya jendela itu terbuka setelah cahaya pergi

Sebuah aroma yang belum pernah hadir mulai melewati

Pertama terhirup membuat bulu hidung terasa berdiri

Untuk yang kedua diriku menjadi menikmati

Selanjutnya penciumanku selalu menanti dan mencari

Kapan aroma itu datang kembali

Bila sudah begitu jendela itu menjadi tak terkendali

Dia menjadi lupa kepada siapa harus terbuka atau terkunci

Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengatakan, ”Zina mata (Lahadhat) adalah pandangan kepada hal-hal yang menuju kemaksiatan. Bukan sekedar memandang, akan tetapi diikuti dengan pandangan selanjutnya. Barangsiapa yang mengumbar pandangannya, maka ia akan masuk kepada hal-hal yang membinasakan.” (Al Jawabul Kafi Liman Sa’ala ’Anid Dawa’isy Syafi)

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Pandangan adalah panah beracun dari panah-panah Iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari keelokan wanita yang cantik karena Allah, maka Allah akan mewariskan dalam hatinya manisnya iman sampai hari kiamat.”

Masih dalam kitab Al Jawabul Kafi Liman Sa’ala ’Anid Dawa’isy Syafi, Imam Ibnu Qayyim menguraikan beberapa pengaruh pandangan bagi manusia, diantaranya kata beliau, ”Menahan pandangan akan menutup celah bagi masuknya setan ke dalam qalbu. Karena setan itu masuk bersama pandangan mata, dan akan menembus bersama pandangan ke dalam qalbu seseorang lebih cepat dari masuknya udara ke tempat yang kosong.

Lalu setan pun menyusupkan bayangan (lebih jauh) dari apa yang dilihat dan memperindahnya. Sehingga gambaran itu menjadi berhala dimana qalbu berdiam di atasnya. Kemudian setan menjanjikannya, membuatnya berangan-angan, dan dinyalakanlah api syahwat di dalam qalbu. Dan dilemparkan kayu bakar maksiat di atasnya, jadilah qalbu tersebut berada di dalam api yang menyala-nyala.”

Beliau melanjutkan, ”Antara mata dan qalbu itu ada penghubung dan jalan sehingga saling berhubungan satu sama lain. Bila salah satunya baik, maka baik pula yang lain. Dan sebaliknya, bila salah satu rusak, maka rusak pula yang lain.

Rusaknya qalbu akan merusakkan pandangan, dan rusaknya pandangan akan merusakkan qalbu. Demikian pula sebaliknya, pandangan yang baik akan menjadikan qalbu yang baik, dan qalbu yang baik akan membaikkan pandangan. Jika qalbu telah rusak, jadilah ia seperti tempat sampah yang merupakan tempat pembuangan najis, kotoran dan apa-apa yang berbau busuk. Jika sudah demikian keadaannya, ia tidak dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi pengenalan kepada Allah SWT, cinta kepada-Nya, kembali kepada-Nya, senang dan gembira bila dekat dengan-Nya. Namun yang menempatinya saat itu adalah perkara-perkara yang sebaliknya.”

Allah SWT berfirman, ”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ”Hendaklah mereka menahan pandangannya...” (QS. An Nuur : 30), ” Katakanlah kepada wanita yang beriman, ”Hendaklah mereka menahan pandangannya...” (QS. An Nuur : 31), ”Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.” (QS. An Nuur : 35)

Ibnu Qayyim menjelaskan ayat ini, ”Yakni perumpamaan cahaya-Nya pada qalbu seorang hamba yang beriman yang berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Apabila qalbu itu bercahaya, datanglah utusan-utusan kebaikkan kepadanya dari segala arah. Sebagaimana bila qalbu itu gelap, akan datang kepadanya awan-awan bala’ dan kejelekan dari setiap tempat.”

Jadi, jangan biarkan jendela itu terbuka untuk hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Jagalah selalu, kapan ia kita buka, dan kapan hendaknya kita kunci rapat-rapat. Sebab, jika suatu gambaran sudah begitu dinikmati oleh mata, maka pikiran akan sering melamunkannya, dan hati akan merindukannya. Bila sudah demikian, hati dan pikiran akan balik memerintahkan mata untuk mencari gambaran itu kembali.

Bila sudah begitu jendela itu menjadi tak terkendali

Dia menjadi lupa kepada siapa harus terbuka atau terkunci

”Ia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al Mu’min : 19)

Senin, 24 November 2008

bekal pernikahan

Sebuah keluarga merupakan kebutuhan fithrah setiap manusia. Di dalamnya manusia dapat memenuhi segala kebutuhan psikis maupun biologisnya. Bagi seorang muslim, dorongan berkeluarga tidak hanya sebatas untuk memenuhi dua kebutuhan tersebut, namun lebih menitik beratkan pada upaya menjaga ketaatan kepada Allah SWT.

Atau dengan kata lain pernikahan adalah usaha untuk menggenapkan dien dari kaum muslim. Dan jika dilandasi dengan maksud dan tujuan yang benar, Insya Alloh pernikahan tersebut dapat bermanfaat bagi individu-individu tersebut dan lingkungannya.

Ada beberapa hal yang kiranya baik untuk dipersiapkan agar dalam menjalaninya kelak qt dapat punya bekal, pengetahuan, mental dan spiritual, sehingga suka maupun duka sebuah pernikahan tersebut dapat tetap dijalani dengan baik.

Pada tulisan ini, perihal tersebut dibagi menjadi 5 kategori, yakni persiapan diri kita dari segi moral & spiritual, konseptual, fisik, materi dan sosial.

Pertama dari segi moral; yakni dari sisi kemantapan niat. Apabila sudah berkeinginan untuk menikah, maka yakinlah dan selalu panjatkan doa kepada Yang Maha Pemurah dan Pemberi Petunjuk untuk diberi kemantapan untuk menjalani sebuah babak baru dalam kehidupan yang bernama pernikahan.

Dari sisi spiritual, telaah & senantiasa tingkatkan lagi landasan spiritual kita untuk membangun sebuah pernikahan, perdalamlah visi dan tujuan sebuah pernikahan, selain untuk melestarikan keturunan sebuah pernikahan diharapkan juga dapat meningkatkan ketaqwaan & ketenangan jiwa setiap individu yang akan menikah. Tambahlah dengan tujuan-tujuan mulia yang lain, misalnya menguatkan dakwah qt, menambah keilmuan agama qt, maka insya Alloh pernikahan tersebut akan mendapatkan barokah Alloh SWT.

Bagi laki-laki (ikhwan) beberapa persiapannya antara lain menjadi qawwam, pemimpin rumah tangganya. Pemimpin yang bertanggung jawab terhadap nafkah dan akhlaq keluarganya.

Bagi perempuan (akhwat) kesiapannya membuka ruang baru, siap-siap dipimpin. Misalkan dulu ukhti yang memang sering memimpin, bermental pemimpin, hendaknya bersiap-siap dengan ikhlas menerima intervensi dari orang asing yg bernama suami.

Siap spiritual juga dipandang sebagai siap terhadap amalan2 yang dulunya tergolong pekerjaan untuk diri sendiri, kemudian mulai memperhatikan yang lain. Misalnya merawat suami, merawat anak, memperhatikan kondisi mertua, kemudian tadarus bareng, sholat berjama’ah, menuntul ilmu, yang tentu saja diharapkan kuantitasnya tidak berkurang dibandingkan ketika kita masih single fighter.

Persiapan konsepsional

Ditandai dengan dikuasainya hukum-hukum aturan, pernik2 hukum pernikahan serta fiqih seputar pernikahan. Ketahuilah niat-niat dan tata cara yang dilakukan dalam sebuah pernikahan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Janganlah kita tidak mengetahui bagaimana tatacara, niat dan adab dalam melaksanakan ibadah di keluarga, memenuhi hak dan kewajibannya baik sebagai seorang istri ataupun suami.

Pernikahan merupakan penyambung tali silaturrahim dari 2 keluarga besar. Sebab pernikahan tidak sekedar menyatunya dua individu, tetapi 2 keluarga.

Dimana mertua juga akan menjadi orang tua kita juga, dan masing2 pihak harus menyadari hak dan kewajibannya masing-masing.

Adanya kesiapan konseptual juga tampak dari cara dan landasan kita dalam memilih pasangan, sebab pasangan qt adalah teman perjuangan, siapa yang qt pilih akan mempengaruhi laju dan arah perjuangan qt.

Dua hati yang berjauhan masih bisa menyatu

Dua kerinduan yang berdekatan takkan bisa bertemu

Apakah mungkin air dan minyak menyatu

Meskipun dalam wadah yang satu ?

Sedangkan air sungai yang berjauhan

Akan bertemu di lautan.
"Semoga Allah merahmati seorang laki-laki (suami) yang bangun pada waktu malam, kemudian melaksanakan shalat dan membangunkan istrinya, hingga istrinya pun shalat. Apabila istrinya enggan bangun, ia memercikkan air ke wajah istrinya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita (istri) yang bangun pada waktu malam, kemudian melaksanakan shalat dan membangunkan suaminya, hingga suaminya pun shalat. Apabila suaminya enggan bangun, ia memercikkan air ke wajah suaminya." (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Majah, dihasankan Syaikh Muqbil)
Itu merupakan sebuah gambaran yang sangat anggun dari sekian banyak aktivitas dalam pergaulan yang dijalani oleh pasangan suami istri, yang sama-sama memiliki kerinduan akan Tuhan-nya dan hari kemudian. Mereka sama-sama dapat merasakan manisnya ketaatan dan nikmatnya beribadah kepada Allah swt. Tampak disana adanya kelembutan, kesesuain, kecocokan dan kesepakatan diantara keduanya.
Itu juga merupakan petunjuk, bahwa orang-orang yang memiliki kerinduan yang sama, akan saling bahu-mambahu, saling menolong, saling mencurahkan perhatiannya, agar sama-sama bisa merengkuh kebahagiaan yang mereka rindukan.

Kesiapan fisik

Diperlukan adanya kesehatan yang memadai dari kedua belah pihak, baik kesehatan fungsi reproduksi, kesehatan fisik yang diperlukan dalam menjalani aktifitas dalam rumah tangga dan berbagai kegiatannya sehari-hari.

Bagi seorang ikhwan (laki-laki), tanggung jawabnya tidak sebatas memperhatikan dirinya, tetapi juga memperhatikan calon pasangannya. Sebab, mengutip perkataan seorang shahabat (kalo ga salah Umar bin Khaththab ra), salah satu hak anak adalah mendapatkan seorang ibu yang baik. Sehingga, qt harus memperhatikan agama, dari wanita yang akan mendidik anak qt nantinya.

Persiapan finansial

Perlunya pemahaman akan adanya kemauan untuk terus berusaha, berikhtiar mencari maisyah untuk kepentingan bersama. Dimana ada sebuah intisari riwayat hadits mengatakan pekerjaan yang lebih baik adalah hasil jerih payah sendri dan sebaik2nya pekerjaan adalah berdagang.

Perlu ditekankan disini, bahwa agama itu mudah, kita sendiri yang terkadang membuatnya sulit. Sehingga, tolok ukur finansial bukan berarti kemapanan, tetapi kesanggupan memberi nafkah kesehariannya. Bawalah juga keluarga kita nantinya manjadi keluarga yang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah swt.

Sepanjang masing-masing pihak ridho (bisa menerima) dengan kondisi masing-masing, maka hendaknya jangan menunda terlalu lama proses pernikahan. Sebagaimana sebuah hadits menyatakan :

"Tidak ada yang terbaik bagi dua orang yang saling mencintai kecuali menikah". (HR. Ibnu Majah)

Persiapan sosial

Individu2 yang telah menikah oleh masyarakat akan diperhitungkan sebagai keluarga tersendiri, akan sering dilibatkan pada kegiatan –kegiatan kemasyarakatan, dengan mengatas namakan nama sendiri. Dan persiapkanlah diri kita untuk itu.

Bagaimana adab yang baik terhadap tetangga seperti pada An Nisa 36.

Bagi para muslimah, janganlah memandang remeh pemberian orang lain, meski tidak nampak istimewa dimatamu.

Nah dengan mengisi dengan persiapan2 ini, insyaAlloh disaat yang tepat kita dapat diperkenankan Alloh SWT untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Amiin Ya Robbal alamiin.

(dari http://kupuungu.wordpress.com dengan berbagai tambahan dan perubahan)


mendidik keberanian anak

Dulu, saya menggemari sebuah acara TV di channel Nihon terebi, yang berjudul ‘Hajimete otsukai’(はじめてお使い)yang kira-kira artinya pertama kali dimintai bantuan. Acara ini menggambarkan bagaimana anak-anak berumur di bawah 5 tahun untuk pertama kalinya ditugasi oleh ayah ibunya untuk melakukan sesuatu pekerjaan di luar rumah. Misalnya tugas untuk mengantarkan sepatu ayah dari rumah ke pelabuhan yang jaraknya berkilo-kilo, atau tugas membeli keperluan dapur (berbelanja), dll.

Acara ini sudah lama tidak pernah disiarkan lagi, tetapi saya masih ingat bagaimana kelucuan dan keluguan anak-anak yang ditugasi tersebut. Yang masih lekat dalam ingatan adalah seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang tinggal di Hokkaido, daerah paling Utara Jepang. Ayah ibunya mengelola restoran di sebuah desa. Tugasnya hari itu adalah pergi ke kota untuk membeli tahu, taoge, ikan, mie dan terong. Ibunya kelihatan cemas, tetapi si anak dengan bangganya mengatakan : “dekiru yo, okaasan ! sinpai shinaide ! (Saya bisa kok, Bu. Jangan khawatir!). Si Ibu kemudian mengulang-ulang pesanannya dan mengalungkan dompet kecil di leher si anak, lalu memintanya berhati-hati, dan bla…bla…bla…….ittekimasu ! (Pergi dulu, ya !). Itterasshai…(ya, hati-hati !).

Sepanjang perjalanan si anak tampaknya gembira sekali, sambil berjalan dia menyenandungkan lagu-lagu yang pernah didengarnya. Jarak antara rumah ke kota, kira-kira 1-2 jam berjalan kaki. Tetapi karena barangkali sering diajak jalan oleh ayah atau ibunya, si anak tampaknya tidak khawatir sama sekali akan tersesat. Melewati jembatan penyeberangan, dia sempat berhenti sejenak mengobrol dengan burung-burung gagak yang memang jumlahnya banyak di seantero Jepang.

Kameraman yang mengiringi perjalanan si anak, juga beberapa staf TV, menyamar dengan memakai topi, dan memasukkan kamera di dalam tas. Bagaimana pun keselamatan anak tetap harus diutamakan, sekalipun si anak sama sekali tidak menyadari bahkan tidak peduli dengan mereka.

Tiba di toko yang dimaksud. Karena menempuh perjalanan jauh, si anak agak lupa dengan pesanan yang harus dibeli. Sambil berputar-putar di dalam toko dia berusaha mengingat barang-barang yang ditugaskan. Dua tahu, tiga bungkus tauge, ikan A (saya lupa namanya-red), mie dan terong. Pemilik toko yang sebelumnya sudah dikabari tentang acara ini berusaha mengamati dari jauh, tetapi tidak diperbolehkan membantu. Akhirnya selesailah acara belanja. Ketika hendak membayar, si anak belum tahu nominal harga, maka semua uang yang ada di dalam dompet dia keluarkan. Pemilik toko kemudian mengembalikan kelebihan uang, membungkus barang belanjaan si anak dan berpesan : “ki o tsukete ne !” (hati-hati, ya). “Haik, arigatou gozaimashita. Sayonara !” (Ya, terima kasih banyak. Sampai jumpa!).

Belanjaan kelihatannya cukup berat untuk dibawa oleh tangan kecilnya, tetapi harus bagaimana lagi, pesan Ibu harus dilaksanakan. Melangkah beberapa meter, si anak berhenti, memperbaiki pegangan tas plastik. Perjalanan pulang agak menyulitkan karena beberapa jalan mendaki. Sesekali dia harus berhenti karena tauge yang dibelinya tercecer jatuh. Pada suatu ketika, si anak sudah tidak tahan lagi karena keberatan, dia mulai menangis sambil mengomel-ngomel : “dekinai yo ! omoi, yo!” (Jelas ngga bisa ! Berat !)

Tapi, ingatannya pada Ibunya yang berpesan bahwa mereka tidak bisa menyiapkan makanan untuk tamu jika belanjaan tidak sampai di rumah, membuatnya berhenti menangis. Tangan kecilnya mengusap air matanya dan mulai melangkah lagi. Kali ini tidak cukup daya untuk mengangkat tas yang berat itu, maka diseretnya. Alhasil, tahu dan ikan menjadi agak hancur dan berserakan di jalan. Dia mulai menangis lagi : “Mou taberarenai yo !” (Duh, ngga bisa dimakan !). Tangisannya makin menjadi tatkala dua ekor burung gagak hinggap dan mulai menggigiti remah-remah tahu. “Dame ! Dame ! Yamete !” (Ngga boleh! Ngga boleh! Berhenti!). Burung gagak terbang juga. Tapi si anak tak kunjung berhenti menangis, sebab tahu yang sedianya untuk disajikan kepada tamu, tinggal separuh. Tas yang dipakai untuk membawa belanjaan juga sudah sobek karena diseret di jalan beraspal. Tapi, tidak ada orang yang lewat yang bisa dimintai tolong.

Akhirnya, masih sambil menangis, didekapnya sisa-sisa belanjaan yang ada, berjalan terseok hingga sampai di rumah. Ibunya yang melihatnya dari balik jendela rumah dari kejauhan tak tahan, mulai menangis juga. Tapi dia cepat-cepat menghapus air matanya karena si anak sudah di depan pintu. Sambil menangis, si anak berkata, “okaasan, gomen ne ! waruku natta!” (Ibu, maaf ya. Semuanya jadi hancur !). Si Ibu sudah tidak tahan lagi, memeluk anaknya sambil berkata, “arigatou ne! yoku ganbatta !” (makasih ya, kamu sudah berusaha !).

Di akhir acara terlihat si anak makan dengan lahap masakan tahu hasil belanjaannya dan dengan bangga mendengarkan pujian dari ayah, ibu, dan neneknya. Hari ini dia sudah berhasil memberikan manfaat untuk ayah ibunya.

Saya jadi ingat ditugasi ibu berbelanja di warung. Tapi saya tidak seberani si anak yang berjalan jauh untuk membeli pesanan ibu. Warung yang saya datangi hanya beberapa meter dari rumah kami. Tapi, bagaimanapun sangat senang dan bangga ketika mulut kecil saya mengucapkan : “Saya mau beli garam 1 bungkus !” Rasanya seperti orang dewasa :D
Apalagi si anak yang sudah berjalan jauh, betapa bangganya dia ! Pasti !

Orang dewasa harus memberikan ruang dan waktu kepada anak-anak untuk mencoba hal-hal yang biasa dikerjakan orang dewasa, sekedar untuk merasakan sedikit kebanggaan bahwa : saya juga bisa !

http://murniramli.wordpress.com